Ketika cahaya tauhid padam di muka bumi, maka
kegelapan yang tebal hampir saja menyelimuti akal. Di sana tidak tersisa
orang-orang yang bertauhid kecuali sedikit dari orang-orang yang masih
mempertahankan nilai-nilai ajaran tauhid. Maka Allah SWT berkehendak dengan
rahmat-Nya yang mulia untuk mengutus seorang rasul yang membawa ajaran langit untuk
mengakhiri penderitaan ditengah-tengah kehidupan. Dan ketika malam mencekam,
datanglah matahari para nabi. Kedatangan Nabi tersebut sebagai bukti
terkabulnya doa Nabi Ibrahim as kekasih Allah SWT, dan sebagai bukti kebenaran
berita gembira yang disampaikan oleh Nabi Isa as.
Allah SWT menyampaikan shalawatnya kepada Nabi itu,
sebagai bentuk rahmat dan keberkahan. Para malaikat pun menyampaikan shalawat
kepadanya sebagai bentuk pujian dan permintaan ampunan, sedangkan orang-orang
mukmin bershalawat kepadanya sebagai bentuk penghormatan. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai
orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
penghormatan kepadanya.” (QS. al-Azhab: 56)
Di bulan Rabi’ul Awal yang penuh dengan rahmat dan
berkah ini seluruh masyarakat muslim di dunia dengan penuh cinta menyambut
maulid Nabi Muhammad SAW, yakni tanggal 12 Rabi’ul Awal. Seluruh umat Islam
dunia berlomba-lomba untuk mengepresiasikan kecintaan Nabi Muhammad dengan
melakukan amalan-amalan yang tidak bertentangan dengan syariat islam seperti
halnya di dusun-dusun membaca shalawat nabi yang dimulai pada malam pertama
bulan Robiu’l awal sampai malam tanggal 12 rabiu’ul awal, dengan bertujuan
untuk mendapatkan syafa’at di dunia dan akhirat kelak nanti.
Keutamaan
Maulid
Banyak keutamaan-keutamaan yang dapat diperoleh bagi
seorang muslim yang mau mengangungkan baginda Nabi Muhammad.
Ungkapan
Kecintaan Kepada Nabi Muhammad
Peringatan maulid Nabi Muhammad adalah sebuah ungkapan
kecintaan dan kegembiraan dengan beliau. Bahkan orang kafir saja mendapatkan
manfaat dengan kegembiran itu.
Dalam hadits di atas yang diriwayatkan Imam
al-Bukhori. dikisahkan ketika Tsuwaibah, budak perempuan Abu lahab, paman nabi
, menyampaikan berita gembira tentang kelahiran sang jabang bayi yang sangat mulia
, Abu Lahab pun memerdekan Tsuwaibah sebagai tanda cinta dan kasih. Dan karena
kegembiraannya, kelak di hari kiamat siksa atas dirinya diringankan setiap hari
senin tiba.
Meneguhkan
Kembali Kecintaan kepada Beliau
Meneguhkan kembali kecintaan kepada Nabi Muhammad.
Bagi seorang mukmin, kecintaan kepada Nabi adalah sebuah keharusan, salah satu
untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan. Kecintaan kepada nabi harus berada
diatas segalanya, bahkan melebihi kecintaan kepada istri, anaknya, bahkan
kecintaan diri sendiri. “Tidak sempurna iman salah satu diantara kamu
sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh
manusia.” (HR. Bukhori Muslim).
Mendapatkan
Rahmat Allah SWT
Mendapatkan rahmat Allah berupa taman surga dan
dibangkitkan bersama-sama golongan orang yang jujur, orang yang mati syahid dan
orang yang sholeh. Imam Sirri Saqathi Rahimahullah berkata: “Barang siapa
menyengaja (pergi) ke suatu tempat yang dalamnya terdapat pembacaan maulid
nabi, maka sungguh ia telah menyengaja (pergi) ke sebuah taman dari taman-taman
surga, karena ia menuju tempat tersebut melainkan kecintaannya kepada baginda
rasul. Rosulullah bersabda: “barang siapa mencintaku, maka ia akan bersamaku di
syurga.”
Sedangkan Imam Syafi’i Rohimahullah berkata: “Barang
siapa yang mengumpulkan saudara-saudara untuk memperingati Maulid nabi,
kemudian menyediakan makanan, tempat, dan berbuat kebaikan untuk mereka serta
ia menjadi sebab untuk atas dibacakannya maulid nabi, maka Allah akan membangkitkan
dia bersama-sama orang yang jujur, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang
sholeh. Dan dia akan dimasukkan dalam syurga na’im.”
Dalil-dalil
tentang Maulid Nabi Muhammad SAW
Banyak dalil-dalil, baik al-Qur’an, al-Sunnah, maupun
perkataan ulama, yang menunjukkan dianjurkannnya memperingati Maulid Nabi.
Diantaranya dalam al-Qur’an surat Yunus ayat 58 dan surat al-Abiya’ ayat 107.
Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka
bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang
mereka kumpulkan”. (QS. Yunus: 58) “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan
untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam” (QS al-Anbiya: 107)
Kelahiran Nabi Muhammad digambarkan oleh al-Qur’an
sebagai keutamaan dan rahmat yang universal dan agung, memberikan
kebahagiaan dan kebaikan bagi seluruh manusia. dalam dua ayat di atas Allah SWT
dengan lahirnya beliau dan diutusnya beliau sebagai rasul adalah sebuah rahmat
yang tidak terkira bagi seluruh alam semesta ini, rahmatan lil ‘alamin.
Merayakan tahun kelahiran raja, negara, atau hanya orang biasa, saja
bermegah-megahan, kenapa kita sebagai muslim merayakan kelahiran Nabi
yang disanjung-sanjung, cukup dengan shalawat, salam, dzikir, doa, dan berbuat
kebaikan seperti sedekah dan membahagiakan orang, ogah-ogahan?
Dari Abi Qotadah Ra, bahwa Rasulullah SAW ditanya
mengenai puasa hari senin. Maka beliau menjawab “Di hari itu aku dilahirkan,
dan di hari itu diturunkan padaku (al-Qur’an)” (HR. Imam Muslim dalam
Shohih-nya pembahasa tentang puasa)
Hari senin, hari kelahiran Nabi, oleh beliau
dianjurkan untuk melakukan puasa. Hal tersebut menunjukkan keutamaan hari itu,
dimana cayaha kebenaran terbentang di negeri padang pasir yang jahiliyyah.
Pantas jika kelahiran beliau adalah sebuah hari yang patut untuk diperingati
dan diisi dengan kegiatan yang baik dan tidak bertentangan dengan syariat.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibn Asyakir, Ibn Warrahawi, dan
al-Dhiya’ dari shahabat Abu Sa’id al-Khurdi disebutkan: “Jibril datang kepadaku,
lalu berkata ‘Sesungguhnya Tuhanku dan Tuhanmu berkata kepadamu: Kamu tahu,
bagaimana aku mengangkat sebutanmu? Lalu aku menjawab: Allahu a’lam. Jibril
berkata: Aku tidak akan menyebut, kecuali engkau disebut bersamaku.” (HR. Ibnu
‘Asyakir, Ibnu Warrohawi dalam kitab al-‘Arbain, dan al-Dhiya’ dalam kitab
al-Mukhtarah dari Sahabat Abu Sa’id al-Khudri)
Bahkan Ibnu Taimiyah yang menjadi kiblat pemikiran
para tokoh Islam kanan, dan digambarkan sangat menolak peringatan Maulid Nabi
Muhammad SAW. malah menganjurkan untuk melakukannya, bahkan dikatakan memiliki
faedah pahala. Hal tersebut tidak dijelaskan oleh siapapun, tapi oleh beliau
sendiri dalam kitab beliau Iqtidla’u al-Shirati al-Mustaqim, Mukholafatu
Ashhabi al-Jahim halaman 297. Berikut stetemen beliau dalam kitab
tersebut:
Mengagungkan maulid (Nabi Muhammad) dan melakukannya
rutin (setiap tahun), yang kadang dilakukan oleh sebagian orang. Dan baginya
dalam merayakan maulid tersebut, pahala yang agung/besar karena tujuan yang
baik dan mengagungkan Rasulullah SAW. dan keluarga beliau. Sebagaimana yang
telah aku sampaikan padamu. (Syaikh Ibn Taimiyah, Iqtidla’u al-Shirati
al-Mustaqim, Mukholafatu Ashhabi al-Jahim: 297)
26).
Imam Subkhi dan para pengikutnya juga menganggap baik
peringatan maulid dan berkumpulnya manusia untuk merayakannya. Imam Abu Syammah
Syaikh al-Nawawi mengatakan bahwa barang siapa yang melakukan kebaikan seperti
hal-hal baik yang terjadi di zaman kami yang dilakukan oleh masyarakat umum dihari
yang bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. diantarnya sedekah,
berbuat baik, memperlihatkan hiasan dan kebahagiaan. Maka sesungguhnya dalam
hari tersebut beliau menganjurkan agar umat muslim berbuat baik kepada para
fakir sebagai syiar kecintaan terhadap baginda Rasul. mengangungkan beliau, dan
sebagai ungkapan rasa syukur.
Menurut Imam al-Sakhawi, adanya peringatan itu sejak
abad ketiga hijriyah. Sejak itu, orang-orang Islam terus mengerjakannya.
Bahkan, Ibnu al-Jauzi, yang biasanya dijadikan hujjah oleh
para kaum ekstrimis kanan mengharamkan perayaan maulid, sama seperti Ibn
Taimiyah, malah menukil sejarah maulid itu sendiri. Ibn al-Jauzi mengatakan
bahwa perayaan maulid dimulai pada masa Raja al-Mudhafar. Beliau menceritakan
parayaan tersebut sangat besar, megah, dan penuh dengan kebahagiaan yang tidak
terkira. Disediakan 5.000 kambing, 10.000 ayam, 100.000 porsi, dan 30.000
piring manisan. Dihadiri oleh para ulama dan para sufi, yang oleh Raja
al-Mudhaffar diberikan setiap orang 300.000 dinar. (Is’adur Rofiq:1:26)
Kalau saja rasul masih hidup, apa yang hendak kita
banggakan di hadapan beliau? Kemaksiatan, dosa, dan tidak menjalankan ajaran
beliau, apa itu yang bisa kita sampaikan? Hanya sekedar merayakan dengan
sederhana namun bermakna dan penuh rahmat dan berkah, kita merasa enggan dan
justru secara buta mengharamkannnya, umat Islam lain dikafirkan dan dianggap
melenceng dari ajaran Nabi? Kalau Maulid Nabi dilarang, bagimana dengan
perayaan Maulid Raja? Allahumma sholli wa sallim la Sayyidina Muhammad wa a’la
ali wa shohbihi ajma’in. Selamat hari Maulid Nabi Muhammad SAW.
0 comments: